BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesadaran
tentang pentingnya pendidikan yang dapat
memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di masa mendatang telah
mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap
setiap gerak langkah dan perkembangan dunia pendidikan. Pendidikan sebagai
salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia, pada intinya
bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, merubah prilaku, serta
meningkatkan kualitas menjadi lebih baik.
Karenanya,
pendidikan menjadi salah satu pilar dalam proses pembangunan sekaligus elemen
yang sangat penting dalam struktur makro ekonomi maupun sosial politik suatu
negara sebagaimana dikatakan oleh Hera Susanti (1995:111) bahwa:
Pembangunan di
bidang pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Telah diakui
bahwa pembangunan sumber daya manusia dalam suatu negara akan menentukan
karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial, karena manusia adalah pelaku
aktif yang dapat mengakumulasikan modal, mengeksploitasi berbagi sumber daya
serta menjalankan berbagi kegiatan ekonomi, sosial dan politik yang sangat
penting bagi pembangunan sosial. Dengan demikian, peningkatan pendidikan suatu
bangsa menjadi sangat penting artinya bagi pembangunan negara tersebut.
|
Berbicara
tentang perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan, sekolah (sebagai
instistusi pendidikan dimana proses pendidikan dilaksanakan) masih menghadapi
berbagai permasalahan. Diantaranya adalah permasalahan ketenagaan khususnya
guru seperti kurangnya jumlah guru, ketidaksesuaian latar belakang pendidikan,
kompetensi guru, pemberdayaan dan kinerjanya.
Banyak
faktor yang berkaitan dengan guru tentu menuntut perhatian berbagai pihak
terutama adalah kinerjanya. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap proses dan
hasil belajar karena bagaimanapun bagusnya kurikulum atau bahan ajar bila
gurunya kurang baik tentu tidak akan menghasilkan pendidikan yang optimal.
Dengan demikian, idealnya setiap guru harus mempunyai kompetensi kependidikan
yang memadai.
Terkait
kompetensi, Muhammad Surya dalam Gunawan Undang (2008:16) mengatakan bahwa
“kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
professional”. Selanjutnya, Muhammad Surya dalam Gunawan Undang (2008:17) melanjutkan
bahwa “kompetensi meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi,
pelatihan dan pengalaman professional”.
Diantara
kompetensi yang sangat menunjang jabatan dan profesi guru adalah kompetensi
paedagogik dan kompetensi profesi. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan
guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik dengan berbasis pendekatan
yang bersifat mendidik sehingga melaksanakan fungsi profesionalnya dengan lebih
efektif. Kompetensi paegdaogik akan tercermin dalam penampilan kinerja guru
dalam melaksanakan tugasnya, baik di dalam maupun di luar kelas. Kompetensi ini
ditunjang oleh tingkat wawasan guru dalam konsep-konsep pendidikan, pemahaman
terhadap peserta didik, penguasaan strategi melaksanakan tugas mendidik
khususnya dalam pembelajaran, dan kemampuan mengembangkan peserta didik sesuai
dengan potensi yang dimilikinya. Semua penunjang itu berbasis kepada kualitas
watak kepribadian guru sebagai fondasi kinerja guru secara keseluruhan.
Tentang
kompetensi profesi guru, Muhammad Surya dalam Gunawan Undang (2008:21)
mengemukakan bahwa “terdapat sembilan kemampuan profesi yang harus dimiliki
oleh seorang guru, salah satu diantaranya adalah kemampuan melaksanakan
pembelajaran yang bersifat mendidik dan dialogis”.
Pembelajaran
yang bersifat mendidik dan dialogis merupakan pembelajaran bukan hanya
menyampaikan sejumlah informasi dari guru kepada peserta didik, melainkan lebih
luas yaitu bersifat mendidik. Untuk itu, proses pembelajaran harus berlangsung
dalam suasana yang bersifat mendidik melalui interaksi yang bersifat dialogis. Bersifat
mendidik dalam arti pembelajaran yang berlangsung dalam suasana mendidik
sehingga semua peserta didik mendapatkan pelayanan untuk berkembang secara
optimal sesuai dengan karakteristik masing-masing. Secara dialogis mengandung
makna bahwa pembelajaran harus berlangsung dalam suasana interaksi antara guru
dan peserta didik dalam suasana yang saling pengertian. Melalui komunikasi yang
dinamis ini, peserta didik diharapkan dapat memahami dirinya sendiri dan mampu
mengembangkan potensi dirinya ke arah yang diharapkan.
Lebih
lanjut, Muhammad Surya dalam Gunawan Undang (2008:22) mengemukakan bahwa “untuk
melaksanakan pembelajaran yang bersifat mendidik dan dialogis diperlukan
strategi pembelajaran yang lebih terbuka dengan berbasis kepada peserta didik serta
situasi belajar yang kondusif”. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengetahui terlebih dahulu pengetahuan awal siswa sebelum dilakukannya
pembelajaran, karena merupakan faktor penting yang dapat membantu siswa dalam
memahami suatu konsep. Disamping itu, pembelajaran harus dapat menghubungkan
pengetahuan atau bahan yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang sudah
dimiliki siswa, sehingga pengetahuan dan pemahamannya dapat dikembangkan.
Dengan kata lain, pembelajaran harus diubah dari pembelajaran yang berpusat
pada guru, menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam hal ini, guru
hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator.
Dengan
demikian, salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh seorang guru
adalah kemampuan berkomunikasi, terutama kemampuan bertanya yang menstimulasi
para siswa untuk merespon maupun untuk mengeksplorasi sejauh mana pengetahuan
siswa mengenai sebuah materi yang ditindak lanjuti dengan kegiatan pembelajaran
yang komunikatif sehingga siswa dapat terbantu memahami sebuah konsep.
Salah
satu mata pelajaran yang ada di sekolah adalah PKn (Pendidikan
Kewarganegaraan). PKn merupakan mata pelajaran yang diharapkan mampu memberi input kepada para siswa agar memiliki
pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara, cerdas terampil, dan
berkepribadian yang baik. Maka, pantaslah PKn menjadi salah satu mata pelajaran
yang urgen bagi para siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami dengan
jelas bahwa secara teoritik kemampuan mengajukan pertanyaan dari seorang guru
bisa mewarnai suasana maupun proses pembelajaran menjadi lebih dinamis dan
efektif sekaligus meningkatkan aktivitas belajar siswa, termasuk dalam
pelajaran PKn. Dalam kerangka inilah, penulis merasa tertarik untuk
melaksanakan penelitian mengenai implementasi kemampuan bertanya dalam upaya
meningkatkan aktivitas belajar pada pelajajaran PKn. Selanjutnya, penulis
mengambil SMA 10 Garut sebagai tempat untuk melaksanakan penelitian.
B.
Rumusan,
Sub dan Pembatasan Masalah
1.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut “Bagaimana implementasi keterampilan
bertanya dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran PKn di
SMA 10 Garut?”
2.
Sub
Masalah
Adapun sub masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah
pertanyaan guru PKn secara singkat dan jelas akan meningkatkan belajar siswa di
SMA 10 Garut?
b. Apakah
guru Pkn mengajukan pertanyaan dengan baik sehingga dapat meningkatkan
aktifitas belajar siswa di SMA 10 Garut?
c. Apakah
apresiasi yang diberikan guru PKn dengan cara mendengarkan dan memperhatikan
jawaban siswa secara seksama akan meningkatkan aktifitas belajar siswa di SMA
10 Garut?
3.
Pembatasan
Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, penulis membuat pembatasan masalah sebagi berikut:
1.
Ruang lingkup materi kajian mengenai
keterampilan bertanya yang penulis maksud sebagaimana yang tercantum dalam
judul adalah keterampilan bertanya yang dilakukan oleh guru sebagai stimulus
untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa.
2. Penelitian
ini hanya meneliti penerapan keterampilan bertanya pada pembelajaran PKn di SMA
Negeri 10 Garut.
3. Penelitian
ini hanya dilakukan di SMA Negeri 10 Garut
pada tahun pelajaran 2011-2012.
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan
Umum Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, tujuan umum penelitian ini adalah ingin mengetahui
bagaimana efektivitas implementasi keterampilan bertanya dalam meningkatkan
aktivitas belajar siswa dalam pelajaran PKn di SMA 10.
2. Tujuan Khusus Penelitian
Sealur
dengan sub masalah di atas, tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1) Ingin
mengetahui apakah pertanyaan guru PKn secara singkat dan jelas akan
meningkatkan belajar siswa di SMA 10 Garut
2) Ingin
mengetahui apakah guru Pkn mengajukan pertanyaan dengan baik sehingga dapat
meningkatkan aktifitas belajar siswa di SMA 10 Garut.
3) Ingin
mengetahui apakah apresiasi yang diberikan guru PKn dengan cara mendengarkan
dan memperhatikan jawaban siswa secara seksama akan meningkatkan aktifitas
belajar siswa di SMA 10 Garut.
D.
Kegunaan
Penelitian
Dari
hasil penelitian dan penulisan skripsi ini diharapkan mempunyai kegunaan,
diantaranya sebagai berikut :
1. Secara
teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan
tentang model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa dalam mata pelajaran PKn.
2. Secara
praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a. Bagi
instansi sekolah
Dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi dan potensi yang dimiliki siswa di sekolahnya, juga
sebagai bahan masukan untuk melakukan supervisi dalam pembinaan kelas,
khususnya pada mata pelajaran PKn.
b. Bagi
guru
Setelah mengetahui
kinerja guru, diharapkan mampu melakukan upaya pembaharuan dalam proses
pembelajaran di kelas, serta guru dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya.
c. Bagi
siswa
Siswa menjadi
termotivasi untuk belajar, serta lebih pro aktif dalam pembelajaran.
d. Bagi
penulis
Penelitian
ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman yang dapat menumbuhkan
keterampilan dalam melakukan suatu penelitian, serta penulis dapat memahami
lebih dalam mengenai bidang yang dikaji.
E. Variabel-variabel Penelitian
Suharsimi Arikunto (2006:126) mengatakan ”variabel adalah
gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian”. Suharsimi Arikunto
(2006:126) juga menyebutkan bahwa ”terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel
bebas (independent variabel) di sebut
juga variabel penyebab (X) dan variabel terikat (independent variabel) di sebut juga varabel (Y)”.
Jika di kaitkan dengan judul penelitian ini maka di
tentukan variabel - variabelnya sebagai berkut :
1.
Variabel
Bebas (Variabel X), yaitu “Kemampuan Bertanya”. Indikatornya:
a.
Pertanyaan diajukan
secara singkat namun jelas.
b.
Pertanyaan diajukan
kepada seluruh kelas, kemudian guru menunjuk salah seorang siswa untuk
menjawab.
c.
Mendengarkan dan
memperhatikan jawaban siswa dengan seksama.
Mohammad Ali (1990: 97).
2. Variabel
Terikat (Variabel Y), yaitu “Aktivitas Belajar Siswa”. Indikatornya:
a. Antusiasme
atau minat terhadap pelajaran yang diikuti
b. Ikut
berpartisipasi dalam proses pembelajaran
c. Melaksanakan
tugas
Sudjana (1991: 34).
F.
Anggapan
Dasar dan Hipotesis
1.
Anggapan
Dasar
Suharsimin Arikunto (2006:59) mengatakan bahwa ”Anggapan
dasar adalah suatu hal yang di yakini secara jelas”. Dalam penelitian mengenai implementasi
keterampilan bertanya dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran
PKn di SMA 10 Garut, penulis
mendasarkan kepada beberapa pandangan para pakar pendidikan sebagai anggapan
dasar, yaitu:
1)
Salah satu kemampuan
komunikasi yang penting untuk meningkatkan aktivitas belajar adalah kemampuan
bertanya. Mohammad Ali (1990:97) mengatakan bahwa “pertanyaan dapat merangsang
timbulnya kegiatan belajar”.
2)
Tujuan mata
pelajaran PKn adalah sevagai berikut:
a. Berpikir
secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi
secara bermutu dan tanggung jawab.
c. Berkembang
secara positif dan demokratis.
d. Interaktif
dengan bangsa-bangsa lain.
(Wikipedia, free encyclopedia).
2.
Hipotesis
Berdasarkan
anggapan-anggapan di atas, penulis akan mengemukakan hipotesis. Menurut Margono
(dalam Ihat Hatimah, dkk, 2007:136), “Hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin atau
paling tinggi tingkat kebenarannya”. Hipotesis merupakan suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap penjelasan penelitian sampai terbukti melalui data
yang terkumpul.
Berdasarkan
kerangka pemikiran diatas, dapat diperoleh asumsi teoritik bahwa peningkatan
aktivitas belajar siswa pada pelajaran PKn dipengaruhi oleh kemampuan bertanya
guru dalam proses pembelajaran, sehingga penulis menetapkan hipotesis sebagai
berikut:
1) Hipotesis
Pokok
Hipotesis
pokok dalam penelitian ini adalah:
Jika
guru menerapkan kemampuan bertanya secara baik dalam pembelajaran, maka akan
meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran PKn.
2) Hipotesis
Kerja
Hipotesis
kerja dalam penelitian ini adalah:
a. Jika
pertanyaan guru PKn secara singkat dan jelas, Maka belajar siswa akan meningkat
b. Jika
guru memberikan pertanyaan pada siswa dengan baik, Maka aktivitas belajar siswa
akan baik.
c. Jika
siswa mendengarkan dan memperhatikan guru dengan baik, Maka aktivitas belajar
siswa akan baik atau meningkat.
G. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut
Sugiyono (2009:61), “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Berdasarkan
studi pendahuluan, penulis menemukan data bahwa jumlah keseluruhan murid SMA
dari kelas X sampai kelas XII adalah 723 siswa. Dengan demikian, populasi pada
penelitian ini berjumlah 723 siswa SMA 10 Garut.
2. Sampel
Sementara
itu, “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
populasi” (Sugiyono, 2009:62).
Menurut Arikunto (2006:134), pengambilan
sampel ini antara lain:
Apabila
populasi kurang dari 100 orang, lebih
baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Tetapi jika jumlah populasinya besar,
dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %, atau lebih,tergantung
setidak-tidaknya:
a)
Kemampuan
peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
b)
Sempit
luasnya wilayah pengamatan dari setiap populasi, karena hal ini menyangkut
banyakdan sedikitnya data.
c)
Besar
kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
Berdasarkan
pedoman pengambilan sampel di atas, penulis menentukan 10% dari jumlah populasi
yaitu 72 siswa sebagai sampel. selanjutnya sampel yang diambil adalah random sampling yaitu dalam pengambilan
sampel penelitian, peneliti mencampur subjek-subjek yang ada di dalam populasi.
Dengan kata lain, sampel yang ditentukan diambil (dicampur) dari perwakilan siswa
kelas X, XI, dan kelas XII yang seluruhnya berjumlah 72 siswa.
Dengan
demikian sampel pada penelitian ini adalah:
a) 72 orang siswa/siswi (10% x 723 siswa/i dari X , XI dan
kelas XII).
b) Tiga orang Guru PKn.
c)
Seorang
Kepala Sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar