Rabu, 13 Maret 2013

keterampilan bertanya


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kesadaran  tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di masa mendatang telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan perkembangan dunia pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, merubah prilaku, serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik.
Karenanya, pendidikan menjadi salah satu pilar dalam proses pembangunan sekaligus elemen yang sangat penting dalam struktur makro ekonomi maupun sosial politik suatu negara sebagaimana dikatakan oleh Hera Susanti (1995:111) bahwa:
Pembangunan di bidang pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Telah diakui bahwa pembangunan sumber daya manusia dalam suatu negara akan menentukan karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial, karena manusia adalah pelaku aktif yang dapat mengakumulasikan modal, mengeksploitasi berbagi sumber daya serta menjalankan berbagi kegiatan ekonomi, sosial dan politik yang sangat penting bagi pembangunan sosial. Dengan demikian, peningkatan pendidikan suatu bangsa menjadi sangat penting artinya bagi pembangunan negara tersebut.
1
 
Dalam kenyatannya, menyelenggarakan pendidikan tidak semudah yang dikatakan. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan yang akan selalu berubah seiring dengan perubahan jaman. Setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian dan bahkan tak jarang menjadi sasaran ketidakpuasan. Itulah mengapa pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.
Berbicara tentang perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan, sekolah (sebagai instistusi pendidikan dimana proses pendidikan dilaksanakan) masih menghadapi berbagai permasalahan. Diantaranya adalah permasalahan ketenagaan khususnya guru seperti kurangnya jumlah guru, ketidaksesuaian latar belakang pendidikan, kompetensi guru, pemberdayaan dan kinerjanya.
Banyak faktor yang berkaitan dengan guru tentu menuntut perhatian berbagai pihak terutama adalah kinerjanya. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar karena bagaimanapun bagusnya kurikulum atau bahan ajar bila gurunya kurang baik tentu tidak akan menghasilkan pendidikan yang optimal. Dengan demikian, idealnya setiap guru harus mempunyai kompetensi kependidikan yang memadai.
Terkait kompetensi, Muhammad Surya dalam Gunawan Undang (2008:16) mengatakan bahwa “kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas professional”. Selanjutnya, Muhammad Surya dalam Gunawan Undang (2008:17) melanjutkan bahwa “kompetensi meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi, pelatihan dan pengalaman professional”.
Diantara kompetensi yang sangat menunjang jabatan dan profesi guru adalah kompetensi paedagogik dan kompetensi profesi. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik dengan berbasis pendekatan yang bersifat mendidik sehingga melaksanakan fungsi profesionalnya dengan lebih efektif. Kompetensi paegdaogik akan tercermin dalam penampilan kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, baik di dalam maupun di luar kelas. Kompetensi ini ditunjang oleh tingkat wawasan guru dalam konsep-konsep pendidikan, pemahaman terhadap peserta didik, penguasaan strategi melaksanakan tugas mendidik khususnya dalam pembelajaran, dan kemampuan mengembangkan peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Semua penunjang itu berbasis kepada kualitas watak kepribadian guru sebagai fondasi kinerja guru secara keseluruhan.
Tentang kompetensi profesi guru, Muhammad Surya dalam Gunawan Undang (2008:21) mengemukakan bahwa “terdapat sembilan kemampuan profesi yang harus dimiliki oleh seorang guru, salah satu diantaranya adalah kemampuan melaksanakan pembelajaran yang bersifat mendidik dan dialogis”.
Pembelajaran yang bersifat mendidik dan dialogis merupakan pembelajaran bukan hanya menyampaikan sejumlah informasi dari guru kepada peserta didik, melainkan lebih luas yaitu bersifat mendidik. Untuk itu, proses pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang bersifat mendidik melalui interaksi yang bersifat dialogis. Bersifat mendidik dalam arti pembelajaran yang berlangsung dalam suasana mendidik sehingga semua peserta didik mendapatkan pelayanan untuk berkembang secara optimal sesuai dengan karakteristik masing-masing. Secara dialogis mengandung makna bahwa pembelajaran harus berlangsung dalam suasana interaksi antara guru dan peserta didik dalam suasana yang saling pengertian. Melalui komunikasi yang dinamis ini, peserta didik diharapkan dapat memahami dirinya sendiri dan mampu mengembangkan potensi dirinya ke arah yang diharapkan.
Lebih lanjut, Muhammad Surya dalam Gunawan Undang (2008:22) mengemukakan bahwa “untuk melaksanakan pembelajaran yang bersifat mendidik dan dialogis diperlukan strategi pembelajaran yang lebih terbuka dengan berbasis kepada peserta didik serta situasi belajar yang kondusif”. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui terlebih dahulu pengetahuan awal siswa sebelum dilakukannya pembelajaran, karena merupakan faktor penting yang dapat membantu siswa dalam memahami suatu konsep. Disamping itu, pembelajaran harus dapat menghubungkan pengetahuan atau bahan yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, sehingga pengetahuan dan pemahamannya dapat dikembangkan. Dengan kata lain, pembelajaran harus diubah dari pembelajaran yang berpusat pada guru, menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator.
Dengan demikian, salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kemampuan berkomunikasi, terutama kemampuan bertanya yang menstimulasi para siswa untuk merespon maupun untuk mengeksplorasi sejauh mana pengetahuan siswa mengenai sebuah materi yang ditindak lanjuti dengan kegiatan pembelajaran yang komunikatif sehingga siswa dapat terbantu memahami sebuah konsep.
Salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah adalah PKn (Pendidikan Kewarganegaraan). PKn merupakan mata pelajaran yang diharapkan mampu memberi input kepada para siswa agar memiliki pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara, cerdas terampil, dan berkepribadian yang baik. Maka, pantaslah PKn menjadi salah satu mata pelajaran yang urgen bagi para siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami dengan jelas bahwa secara teoritik kemampuan mengajukan pertanyaan dari seorang guru bisa mewarnai suasana maupun proses pembelajaran menjadi lebih dinamis dan efektif sekaligus meningkatkan aktivitas belajar siswa, termasuk dalam pelajaran PKn. Dalam kerangka inilah, penulis merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai implementasi kemampuan bertanya dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar pada pelajajaran PKn. Selanjutnya, penulis mengambil SMA 10 Garut sebagai tempat untuk melaksanakan penelitian.

B.     Rumusan, Sub dan Pembatasan Masalah
1.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut “Bagaimana implementasi keterampilan bertanya dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran PKn di SMA 10 Garut?”
2.      Sub Masalah
Adapun sub masalah dalam penelitian ini adalah:
a.       Apakah pertanyaan guru PKn secara singkat dan jelas akan meningkatkan belajar siswa di SMA 10 Garut?
b.      Apakah guru Pkn mengajukan pertanyaan dengan baik sehingga dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa di SMA 10 Garut?
c.       Apakah apresiasi yang diberikan guru PKn dengan cara mendengarkan dan memperhatikan jawaban siswa secara seksama akan meningkatkan aktifitas belajar siswa di SMA 10 Garut?
3.      Pembatasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis membuat pembatasan masalah sebagi berikut:
1.      Ruang lingkup materi kajian mengenai keterampilan bertanya yang penulis maksud sebagaimana yang tercantum dalam judul adalah keterampilan bertanya yang dilakukan oleh guru sebagai stimulus untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa.
2.      Penelitian ini hanya meneliti penerapan keterampilan bertanya pada pembelajaran PKn di SMA Negeri 10 Garut.
3.      Penelitian ini hanya dilakukan di SMA Negeri 10 Garut  pada tahun pelajaran 2011-2012.
C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan umum penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana efektivitas implementasi keterampilan bertanya dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pelajaran PKn di SMA 10.
2.      Tujuan Khusus Penelitian
Sealur dengan sub masalah di atas, tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1)      Ingin mengetahui apakah pertanyaan guru PKn secara singkat dan jelas akan meningkatkan belajar siswa di SMA 10 Garut
2)      Ingin mengetahui apakah guru Pkn mengajukan pertanyaan dengan baik sehingga dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa di SMA 10 Garut.
3)      Ingin mengetahui apakah apresiasi yang diberikan guru PKn dengan cara mendengarkan dan memperhatikan jawaban siswa secara seksama akan meningkatkan aktifitas belajar siswa di SMA 10 Garut.


D.    Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian dan penulisan skripsi ini diharapkan mempunyai kegunaan, diantaranya sebagai berikut :
1.      Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan tentang model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran PKn.
2.      Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a.    Bagi instansi sekolah
Dapat memberikan gambaran mengenai kondisi dan potensi yang dimiliki siswa di sekolahnya, juga sebagai bahan masukan untuk melakukan supervisi dalam pembinaan kelas, khususnya pada mata pelajaran PKn.
b.    Bagi guru
Setelah mengetahui kinerja guru, diharapkan mampu melakukan upaya pembaharuan dalam proses pembelajaran di kelas, serta guru dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya.
c.    Bagi siswa
Siswa menjadi termotivasi untuk belajar, serta lebih pro aktif dalam pembelajaran.
d.   Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman yang dapat menumbuhkan keterampilan dalam melakukan suatu penelitian, serta penulis dapat memahami lebih dalam mengenai bidang yang dikaji.
E.     Variabel-variabel Penelitian
Suharsimi Arikunto (2006:126) mengatakan ”variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian”. Suharsimi Arikunto (2006:126) juga menyebutkan bahwa ”terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas (independent variabel) di sebut juga variabel penyebab (X) dan variabel terikat (independent variabel) di sebut juga varabel (Y)”.
Jika di kaitkan dengan judul penelitian ini maka di tentukan variabel - variabelnya sebagai berkut :
1.      Variabel Bebas (Variabel X), yaitu “Kemampuan Bertanya”. Indikatornya:

a.    Pertanyaan diajukan secara singkat namun jelas.
b.    Pertanyaan diajukan kepada seluruh kelas, kemudian guru menunjuk salah seorang siswa untuk menjawab.
c.    Mendengarkan dan memperhatikan jawaban siswa dengan seksama.
    Mohammad Ali (1990: 97).
2.      Variabel Terikat (Variabel Y), yaitu “Aktivitas Belajar Siswa”. Indikatornya:
a.       Antusiasme atau minat terhadap pelajaran yang diikuti
b.      Ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran
c.       Melaksanakan tugas
      Sudjana (1991: 34).

F.     Anggapan Dasar dan Hipotesis
1.      Anggapan Dasar
Suharsimin Arikunto (2006:59) mengatakan bahwa ”Anggapan dasar adalah suatu hal yang di yakini secara jelas”. Dalam penelitian mengenai implementasi keterampilan bertanya dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran PKn di SMA 10 Garut, penulis mendasarkan kepada beberapa pandangan para pakar pendidikan sebagai anggapan dasar, yaitu:
1)      Salah satu kemampuan komunikasi yang penting untuk meningkatkan aktivitas belajar adalah kemampuan bertanya. Mohammad Ali (1990:97) mengatakan bahwa “pertanyaan dapat merangsang timbulnya kegiatan belajar”.
2)      Tujuan mata pelajaran PKn adalah sevagai berikut:
a.       Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
b.      Berpartisipasi secara bermutu dan tanggung jawab.
c.       Berkembang secara positif dan demokratis.
d.      Interaktif dengan bangsa-bangsa lain.
(Wikipedia, free encyclopedia).


2.      Hipotesis
Berdasarkan anggapan-anggapan di atas, penulis akan mengemukakan hipotesis. Menurut Margono (dalam Ihat Hatimah, dkk, 2007:136), “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya”. Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap penjelasan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dapat diperoleh asumsi teoritik bahwa peningkatan aktivitas belajar siswa pada pelajaran PKn dipengaruhi oleh kemampuan bertanya guru dalam proses pembelajaran, sehingga penulis menetapkan hipotesis sebagai berikut:
1)      Hipotesis Pokok
Hipotesis pokok dalam penelitian ini adalah:
Jika guru menerapkan kemampuan bertanya secara baik dalam pembelajaran, maka akan meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran PKn.
2)      Hipotesis Kerja
Hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah:
a.       Jika pertanyaan guru PKn secara singkat dan jelas, Maka belajar siswa akan meningkat
b.      Jika guru memberikan pertanyaan pada siswa dengan baik, Maka aktivitas belajar siswa akan baik.
c.       Jika siswa mendengarkan dan memperhatikan guru dengan baik, Maka aktivitas belajar siswa akan baik atau meningkat.

G.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Menurut Sugiyono (2009:61), “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Berdasarkan studi pendahuluan, penulis menemukan data bahwa jumlah keseluruhan murid SMA dari kelas X sampai kelas XII adalah 723 siswa. Dengan demikian, populasi pada penelitian ini berjumlah 723 siswa SMA 10 Garut.
2.    Sampel
Sementara itu, “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi” (Sugiyono, 2009:62).
Menurut Arikunto (2006:134), pengambilan sampel ini antara lain:
Apabila populasi  kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi  jika jumlah populasinya besar, dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %, atau lebih,tergantung setidak-tidaknya:
a)      Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
b)      Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap populasi, karena hal ini menyangkut banyakdan sedikitnya data.
c)      Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.

Berdasarkan pedoman pengambilan sampel di atas, penulis menentukan 10% dari jumlah populasi yaitu 72 siswa sebagai sampel. selanjutnya sampel yang diambil adalah random sampling yaitu dalam pengambilan sampel penelitian, peneliti mencampur subjek-subjek yang ada di dalam populasi. Dengan kata lain, sampel yang ditentukan diambil (dicampur) dari perwakilan siswa kelas X, XI, dan kelas XII yang seluruhnya berjumlah 72 siswa.
Dengan demikian sampel pada penelitian ini adalah:
a)      72 orang siswa/siswi (10% x 723 siswa/i dari X , XI dan kelas XII).
b)      Tiga orang Guru PKn.
c)      Seorang Kepala Sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar